Selasa, 22 Juli 2008 15:14 Arief Ariyanto



Konferensi Pers Pementasan Teater Sandekala


Korupsi adalah salahsatu perilaku yang menggerogoti semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi sudah membudaya dan mengakar di tubuh birokrasi sehingga menyatu dalam darah para birokrat di semua lini. Bahkan masyarakat pun secara perlahan telah menerima budaya korupsi sebagai hal yang wajar.


Melawan korupsi sebagai wabah yang membudaya diperlukan perlawanan dengan medium yang sama, yakni medium budaya. Korupsi telah merusak secara sistematik berbagai aspek kehidupan, termasuk perusakan manusia terhadap alam semesta. Hampir bisa dipastikan, korupsilah penyebab terbesar perilaku perusakan alam seperti penggundulan hutan, pengeksplotasian yang tak bertanggungjawab terhadap semua kekayaan di perut bumi, dan pencemaran lingkungan sampai ke lapisan ozon. Tak bisa ditawar lagi, kita perlu sebuah gerakan kebudayaan untuk melawan budaya korupsi dan membangkitkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang menghargai kehidupan harmonis antara sesama manusia dan antara manusia dengan alamnya.

Dengan kesadaran itulah, pada hari ini rabu, 22 Juli sampai dengan tanggal 23 Juli 2008, ada pementesan teater Sandekala di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Pergelaran itu diprakarsai oleh Perkumpulan Seni Indonesia, Indonesian Coruption Watch, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, dan Main Teater. Didukung oleh Komunitas Indonesia Menggugat, ELSAM, INFID, Perkumpulan Praxis, Dewan Kesenian Jakarta, Institut Ungu, Remdec, Gedung Kesenian Rumentang Siang, HUMA. Sebagai media partner, pementasan ini menggandeng Voice of Human Right , Media dan Forum Belajar Bersama Prakarsa Rakyat, School for Broadcast Media dan Jaringan Videomaker Indonesia.

Dalam konferensi pers, kemarin siang di Melly�s Caf�, Jakarta Pusat, Andi K Yuwono salahsatu produser pementasan Teater Sandekala mengatakan, Sandekala sebenarnya adalah sebuah sindiran tajam yang memindahkan peristiwa 1998 dengan korupsi sebagai akar masalah ke dalam sebuah cerita berlatar sebuah kota kecil, Kawali. Cerita yang mengalir merupakan refleksi tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan di Indonesia.

Masih menurut Andi K Yuwono, pementasan ini merupakan pementasan gratis yang ditujukan bagi para siswa dan masyarakat umum. Tontonan yang gratis seperti ini diharapkan dapat memperluas sasaran kampanye melawan korupsi.

�Bagi kami ini adalah awal sebuah perlawanan berbasis kebudayaan untuk memerangi korupsi dan perusakan lingkungan dengan mengangkat nilai-nilai kearifan lokal sebagai titik pijaknya�, kata Wawan Sofwan, sutradara pementasan saat mengakhiri konferensi pers itu.

Arief Ariyanto, tim kerja mediabersama.com


Sumber: www.mediabersama.com
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: