April 2008



Prasasti Astana Gede atau Prasasti Kawali merujuk pada beberapa prasasti yang ditemukan di kawasan Kabuyutan Kawali, kabupaten Ciamis, Jawa Barat, terutama pada prasasti "utama" (prasasti Kawali I) yang bertulisan paling banyak. Adapun secara keseluruhan, terdapat enam prasasti. Kesemua prasasti ini menggunakan bahasa dan aksara Sunda (Kaganga). Meskipun tidak berisi candrasangkala, prasasti ini diperkirakan berasal dari paruh kedua abad ke-14 berdasarkan nama raja.

Berdasarkan perbandingan dengan peninggalan sejarah lainnya seperti naskah Carita Parahyangan dan Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara, dapat disimpulkan bahwa prasasti Kawali I ini merupakan sakakala atau tugu peringatan untuk mengenang kejayaan Prabu Niskala Wastu Kancana, penguasa Sunda yang bertahta di Kawali, putra Prabu Linggabuana yang gugur di Bubat.

Prasasti Kawali I di kawasan kabuyutan Astana Gede, Kawali.

Teks di bagian muka:

nihan tapa kawa- li nu sang hyang mulia tapa bha- gya parebu raja wastu mangadeg di kuta ka- wali nu mahayuna kadatuan sura wisesa nu marigi sa- kuliling dayeh. nu najur sakala desa aja manu panderi pakena gawe ring hayu paken hebel ja ya dina buana

Teks di bagian tepi tebal:

hayua diponah-ponah hayua dicawuh-cawuh inya neker inya angger inya ninycak inya rempag

Dalam Bahasa Indonesia:

Inilah jejak (tapak) (di) Kawali (dari) tapa beliau Yang Mulia Prabu Raja Wastu (yang) mendirikan pertahanan (bertahta di) Kawali, yang telah memperindah kedaton Surawisesa, yang membuat parit pertahanan di sekeliling wilayah kerajaan, yang memakmurkan seluruh pemukiman. Kepada yang akan datang, hendaknya menerapkan keselamatan sebagai landasan kemenangan hidup di dunia.
Teks di bagian tepi tebal:

Jangan dimusnahkan!
Jangang semena-mena!
Ia dihormati, ia tetap.
Ia menginjak, ia roboh.
no image
Dalam rangka memperingati peristiwa 100 tahun Kebangkitan Nasional dan 10 tahun Reformasi, kami akan segera memanggungkan Sandekala. Teater ini akan berbicara mengenai kondisi sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di Indonesia. Kehidupan di mana kita dijejali dengan banyak fakta yang memuakkan, suatu kondisi sosial yang sudah berbahaya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi masih merajalela dari atas hingga kampung, perusakan lingkungan di mana-mana bahkan yang namanya hutan lindung pun disewakan, pelanggaran HAM terjadi dari mulai saat penyusunan kertas kebijakan hingga di pasar-pasar. Setiap hari kita disuguhi berita yang hampir sama baik di koran, televisi maupun radio.

Dalam "dunia nyata" ini kami akan memberikan gambaran bagaimana spiritualitas budaya lokal sudah berbicara jauh-jauh hari mengingatkan kemungkinan yang akan terjadi dalam "kenyataan" ini. Sandekala bukan hanya sebuah teater biasa, namun memuat kearifan lokal yang sering kali dipinggirkan demi kepentingan kelompok tertentu. Kami mencoba mengingatkan kembali bahwa kearifan lokal itu sudah berteriak lama sekali menunggu waktu untuk mewujud lepas dari pasungan.

Sebagai bentuk kampanye, pementasan teater Sandekala juga akan diiringi dengan diskusi publik untuk memperkuat gagasan yang ada. Diskusi publik akan memperbicangkan bagaimana sikap masyarakat sipil, khususnya seniman melihat konteks sosial yang ada. Konteks budaya lokal, khususnya Sunda, akan memperlihatkan bagaimana relevansi gerakan masyarakat sipil dalam menghadapi konteks sosial yang "tidak dicita-citakan". Untuk persiapan kami akan mengajak beberapa seniman atau budayawan untuk ikut terlibat dalam diskusi ini, selain itu juga tentunya para aktivis yang berkecimpung dalam tema-tema yang dibicarakan.

Diskusi akan dilakukan pada tanggal 22 Mei 2008 di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung. Diskusi ini merupakan diskusi terbuka dan kami mengundang siapa pun yang tertarik untuk ikut berdiskusi. Sedangkan pementasan dalam bahasa Sunda sendiri akan dimulai pada tanggal 22 hingga 24 Mei 2008 bertempat di Gedung Rumentang Siang.

Untuk diskusi publik dan pementasan di Jakarta, kami akan segera memberikan informasi kepastian waktu dan tempat.
no image

PRASASTI KAWALI

Situs Astana Gede atau Situs Kawali merupakan salah satu situs dari masa klasik. Di sini terdapat enam prasasti yang dipahatkan pada batu alam. Keenam prasasti ditulis dengan aksara dan bahasa Sunda Kuno. Dilihat dari paleografi dan bahasanya, diperkirakan berasal dari abad ke-14 Masehi. Selain itu, dari nama-nama yang disebutkan di dalamnya dapat dipastikan berasal dari abad ke-14 Masehi. Menurut naskah Carita Parahyangan yang berasal dari akhir abad ke-16 Masehi, nama-nama itu pernah menjadi raja, yaitu Rahyang Niskala Wastu Ka�cana dan Rahyang Dewa Niskala, seperti yang tersebut di dalam prasasti Batutulis Bogor. Sehingga dengan demikian, Rahyang Niskala Wastukencana berasal dari Kawali.

Kawali terletak di Kampung Indrayasa, Desa Kawali, Kecamatan Kawali, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat. Menurut cerita rakyat dan babad, di daerah ini terkenal adanya sebuah kerajaan bernama Galuh. Nama itu sendiri sekarang masih melekat pada nama sebuah desa bernama Bojong Galuh, yang juga disebut Karangkamuliaan. Tempat tersebut oleh penduduk dan juga oleh Babad Galuh dianggap sebagai pusat bekas kerajaan Galuh (meskipun belum menampilkan bukti otentik kesejarahan yang primer). Dilihat dari pandangan keagamaan, dalam hal ini agama Hindu, tempat itu sangat baik karena terletak di muara, tempat pertemuan dan aliran sungai Citanduy dan Cimuntur.

Berpijak pada arti katanya yang umum, kawali berarti kuali (alat masak dari tanah). Tentang kedudukan Kawali sebagai pusat pemerintahan, ditegaskan dalam Pustaka Nusantara II/2, yang berisi: �Persemayaman Sang Prabu Wastu Kancana adalah keraton Surawisesa. Ibukota kerajannya bernama Kawali. Pada masa sebelumnya, ayahnya pun bertahta sebagai maharaja di situ juga.�

Pengertian Galuh dan Sunda antara 1333-1482 Masehi harus dihubungkan dengan Kawali, walaupun di Pakuan tentu ada seorang penguasa daerah. Keraton Galuh sudah ditinggalkan atau fungsinya sebagai tempat kedudukan pemerintahan pusat sudah berakhir. Raja yang jelas berkedudukan di kawali adalah Ajiguna Linggawisesa menantu Prabu Linggadewata. Ia menikah dengan Dewi Uma Lestari alias Ratu Santika. Dari perkawinan ini lahir Ragamulya yang kemudian menggantikan ayahandanya dan Suryadewata leluhur raja-raja Talaga. Adik Ajiguna Linggawisesa bernama Pujasari diperistri oleh Patih Srenggana dan menjadi leluhur raja-raja Tanjung Barat yang terletak di kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Prabu Ajiguna memerintah tahun 1333-1340 Masehi. Ia sezaman dengan Tribuwonotunggadewi Jayawisnuwardani (1328-1350 M) penguasa Majapahit dan ibunda Hayam Wuruk. Setelah wafat Prabu Ajiguna Linggawisesa dipusarakan di Kiding. Penggantinya adalah Prabu Ragamulya Luhur Prabawa atau Sang Aki Kolot (1340-1350 M). Ia berputera dua orang yaitu Linggabuana dan Bunisora yang kedua-duanya menjadi penguasa di Kawali.

Prasasti Kawali I

Prasasti dipahatkan pada batu alam, berbentuk persegi empat tidak beraturan dengan ukuran: panjang kanan 125 cm, panjang kiri 120 cm, lebar atas 46 cm, lebar bawah 57 cm, serta tebal 10 cm. Prasasti yang diletakkan dalam posisi tidur, bertuliskan pada sisi depan yang berjumlah 10 baris tulisan dan setiap barisnya diberi garis lurus, sedangkan tulisan selanjutnya ditulis pada keempat sisinya. Prasasti Kawali I berisikan: �Inilah tanda bekas beliau yang mulia Prabu Raja Wastu [yang] berkuasa di kota Kawali, yang memperindah kedaton Surawisesa, yang membuat parit [di] sekeliling ibukota, yang memakmurkan seluruh desa. Semoga ada penerus yang melaksanakan berbuat kebajikan agar lama jaya di dunia.�

Prasasti Kawali II

Prasasti dipahatkan pada batu alam, berbentuk akolade (kwadrat) yang tidak simetris dengan ukuran tinggi: 125 cm dan lebar 80 cm. Prasasti yang diletakkan dalam posisi berdiri ditulis dalam tujuh baris tulisan, diakhiri dengan garis horisontal. Tulisannya tidak serapi Prasasti Kawali I. Prasasti Kawali II berisikan: �Janganlah dirintangi janganlah diganggu yang memotong akan hancur yang menginjak akan roboh.�

Prasasti Kawali III

Prasasti dipahatkan pada batu alam dalam posisi berdiri, tingginya 120 cm. Prasasti yang berjumlah dua baris ini ditulis di bagian tengah prasasti. Prasasti Kawali III berisikan: �Semoga ada yang menghuni di Kawali ini yang melaksanakan kemakmuran dan keadilan agar unggul dalam perang.�

Prasasti Kawali IV

Prasasti dipahatkan pada batu alam dalam posisi berdiri, tingginya 120 cm. Seperti halnya Prasasti Kawali III, tulisannya yang berjumlah dua baris ditulis di bagian tengah prasasti. Prasasti Kawali IV berisikan: �Sang Hyang Lingga Bingba.�

Prasasti Kawali V

Prasasti dipahatkan pada batu alam, dengan ukuran panjang sisi kanan 75 cm, panjang sisi kiri 55 cm, lebar bawah 60 cm, dan lebar atas 113 cm. Tulisan yang terdiri dari satu kata itu ditulis di sebelah kiri garis-garis lurus yang membentuk kotak-kotak. Kotak-kotak yang berjumlah 45 buah (9 x 5 kotak) tersebut seperti kalender (k?lenjer). Di bawah k?lenjer terdapat gambar telapak tangan dan sepasang telapak kaki. Prasasti Kawali V berisikan: �Demikianlah.� Kemungkinan, prasasti ini merupakan prasasti penutup, meskipun prasasti-prasasti lainnya belum dapat diurutkan secara pasti.

Prasasti Kawali VI

Prasasti dipahatkan pada batu alam dengan ukuran: panjang 72 cm dan lebar 62 cm. Prasasti yang ditemukan dalam posisi tidur ditulis dalam 6 baris tulisan. Prasasti Kawali VI berisikan: �Ini peninggalan dari [yang] astiti [dari] rasa yang ada, yang menghuni kota ini jangan berjudi bisa sengsara.� Astiti berasal dari bahasa Sansekerta sthiti yang kemudian menjadi athisti, dan mengalami perubahan lagi menjadi astiti yang berarti tetap, teguh, koko, stabil, tidak bergerak, tidak berubah, kekal.

no image
Setelah tertatih merangkak sekian lama, Sandekala sudah kini sudah "berbentuk". Dalam diskusi kemarin antara produser dengan tim produksi dan artistik di Bandung, nampak bahwa Sandekala sudah siap 60%. Ini cukup mengejutkan karena proses sudah sedemikian cepat. Latihan yang intens setiap hari Senin, Kamis dan Sabtu terus berjalan. Komitmen seluruh tim sungguh menggembirakan yang terlihat dalam keseriusan menjalani proses latihan.

Bagaimana dengan pembiayaan? Pertanyaan yang wajar muncul untuk kelangsungan sebuah pementasan. Lampu hijau! Begitulah jawaban yang diberikan oleh produser. Sudah ada satu kontrak kerjasama yang tertuang dari Hivos Southeast Asia,satu komitmen lagi sudah ada dari ICCO/Kerkinactie - Belanda, hanya tinggal menunggu waktunya. Sementara dari Yayasan TIFA dan Kedutaan Besar Belanda masih menunggu proses kelayakan dukungan. Kenyataan tersebut tentunya merupakan sebuah tambahan energi yang bisa memacu kerja-kerja selanjutnya.

Dukungan terus mengalir baik melalui SMS, telepon, komentar di blog bahkan dari diskusi-diskusi dengan pihak-pihak lain. Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) pun sudah memberikan dukungan untuk pementasan Sandekala yang sangat kental memunculkan budaya Sunda. Implementasi dukungan dari DKJ akan diwujudkan dalam bentuk kerjasama kemudahan penggunaan Graha Bakti Budaya - TIM Jakarta, dimana format kerjasamanya akan diatur kemudian.

Keterlibatan sekolah - sekolah di Bandung untuk ikut dalam mengkampanyekan issue anti korupsi, lingkungan dan HAM nampaknya bisa membuat semuanya tersenyum. Beberapa sekolah sudah bersedia untuk ikut mengirimkan siswanya untuk menonton pementasan Sandekala pada tanggal 22 hingga 23 Mei nanti dengan harga khusus pelajar. Tentunya ini merupakan hal yang positif dimana generasi muda diharapkan memperoleh kesadaran bahwa issue yang dikampanyekan merupakan bagian penting dari kehidupan mereka di masa mendatang. Para pelajar adalah calon-calon pejuang issue tersebut.

Rasa ingin tahu bagaimana Sandekala akan dipanggungkan tentunya juga harus disikapi. Keinginan agar Sandekala dipentaskan di Kawali, Ciamis juga muncul. Tentunya ini patut dipertimbangkan bersama, mengingat setting novel Sandekala karya Godi Suwarna, berada di Kawali. Apabila memungkinkan dari sisi dana dan waktu yang tersedia, dengan senang hati Sandekala akan manggung di sana.


Beginilah kerja teater. Bermula dari sini- dimulai dari latihan, persiapan, hingga pelaksanaan. Ada yang harus berkutat dengan kertas dan angka, ada yang mencurahkan ide ide kreatif di atas kertas, ada yang harus berkeringat berlatih bahkan ada yang sibuk menuangkan air ke gelas-gelas. Semua saling tertaut tak dapat berjalan sendiri.

Produksi mainteater kali ini, melibatkan pemain dari beberapa kelompok teater yang ada di Bandung, diantaranya: Studiklub Teater Bandung, Toneel, Actors Unlimited, Lakon Teater, Laskar Panggung Bandung, dan Teater Sunda Kiwari.



Kita harus selalu bersama-sama, paskibraka tidak bisa berjalan sendirian, begitupun dengan kita. Bagaimana bendera kita akan berkibar jika satu atau dua hilang. Semangat-bersama gagasan itulah yang penting


Pemain �SANDEKALA�

  1. Tjetje Raksa sebagai Wa Ahmad
  2. Dewi Candra sebagai Dewi
  3. Moel Mge sebagai Ki Kuncen
  4. Abdiana Gun Gunawan S. Sebagai Suhali, Rahman, Onom
  5. Giri Mustika Roekmana sebagai Otong
  6. Puti Puspita Hadiati sebagai Nyi Mojang/Dyah
  7. Tohari Yosdollac sebagai Camat Suroto
  8. Rinrin Candraresmi sebagai Bu Dea
  9. IGN Arya Sanjaya sebagai Zamzam, Onom
  10. Teten Hendra sebagai Tisna
  11. Dian Remeh sebagai Ayi
  12. Ahmad Setiawan sebagai Boja
  13. Aninnata Rengganis sebagai Bi Lasih
  14. Wildan Kurnia sebagai Eman, Onom
  15. Udin Gana sebagai Warga, Onom, Purohita
  16. E. Suryanto sebagai Ronda
  17. Deden Bell sebagai Dadang
  18. Yussak Anugrah sebagai Hansip, Juned
  19. Surti Rahayu Sejati sebagai Bincarung
  20. Kemal Ferdiansyah sebagai Pandu
  21. Chandra Kudapawana sebagai Bagus
  22. Ria Ellysa Mifelsa sebagai Bu Camat
  23. Dwi Setiono sebagai Lelaki, Rosadi, Onom
  24. Kodrat Firmansyah sebagai Didon
  25. Afif Bahrul Ichsan sebagai Onom
Begitulah proses lakukan dilakukan sebagai persiapan pementasan Sandekala. Tentunya banyak cerita yang mengalir dalam berproses bersama. Terlihat sangat santai, namun sebetulnya semua yang terlibat sangat serius melakukannya. Demi sebuah pementasan yang berhasil, keseriusan juga merupakan modal awal. Tanpa keseriusan dan disiplin yang tinggi, sebuah pementasan hanya akan berakhir dengan cacian, itu pun kalau akhirnya jadi dipentaskan.



Tunggu saja hasilnya nanti ketika semua sudah berganti wajah menjadi tokoh yang diperankan, ketika lampu sudah menyala, dan ketika penonton duduk di kursi masing-masing. Semoga...




no image
Dalam mengelola sebuah produksi teater sebetulnya tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip manajemen kegiatan lain. Hal ini akan juga terlihat dalam pengelolaan sistem keuangan, pengumpulan bukti dan pelaporan. Terus terang memang tidak akan sekaku kegiatan lainnya yang mudah sekali dilihat dinamikanya. Mungkin perbedaan dinamika ini yang akan membedakannya di mana dalam teater harus ada banyak fleksibilitas yang bisa dicerna secara logika manajemen.

Ketika kami berbicara soal anti korupsi, maka kami pun harus mentaati prinsip prinsip dasar tersebut. Di Teater Sandekala, kami sejak awal sudah menyepakati bersama bahwa pengelolaan keuangan haruslah dilakukan oleh orang yang mampu, menggunakan sistem keuangan yang dapat diterima secara wajar dan bukti-buktinya lengkap. Di sinilah kami akhirnya bersepakat bahwa kegiatan yang ditujukan untuk publik luas ini laporan keuangannya akan diaudit oleh auditor publik sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Selama 2 hari ini, pihak produksi sedang mempersiapkan proses dan alur pengelolaan keuangan. Semua uang baik dukungan individu, donor, sponsor bahkan dari organisasi pelaksana harus dikumpulkan dalam satu rekening. Pencairannya juga harus sesuai dengan kebutuhan dan disetujui oleh penganggungjawab bidang dan produser selanjutnya pelaksana keuangan akan mencairkannya. Sebelum bukti-bukti pengeluaran terkumpul maka pengajuan dana kebutuhan selanjutnya tidak akan bisa dilakukan. Bagi kebanyakan orang mungkin ini dianggap ribet dan menyulitkan. Apakah begitu? Seharusnya tidak, karena inilah sebetulnya titik penting dalam pengelolaan keuangan demi tranparansi dan akuntabilitas.

Untuk mengelola uang tentunya juga harus ada uang. Darimana uang itu didapat? Kami mempunyai beberapa koridor penggalian dukungan dana. Sesuai tema besar tentang anti korupsi, lingkungan dan pelanggaran HAM, maka tema tersebut itu telah jelas menjadi koridor kami. Untunglah, hingga saat ini sudah ada beberapa komitmen dari pihak-pihak yang sepakat dengan kami. Tinggal menunggu waktu sebentar, begitulah kira-kira gambaran besarnya.

Sembari menunggu kontrak kerjasama, kawan-kawan di Bandung sedang sibuk hilir mudik mempersiapkan hal-hal lainnya terutama berkaitan dengan perannya yang juga menjadi bagian penting dari pertunjukan itu sendiri. Termasuk dalam hal ini adalah membuka peluang kerjasama dengan beberapa SMA sebagai bagian dari kampanye yang akan dilakukan.
no image
RIRIBUTAN jaman presid�n Soeharto geus r�k nincak 10 taun. Harita, Indon�sia sasatna geunjleung ku rupa-rupa kajadian. Puseur dayeuh kahuruan. Mahasiswa demontrasi. Toko jeung sawatara wawangunan diranjah terus diduruk. Geus kitu Soeharto ng�cagkeun kalungguhanana.

Kajadian nu matak ketir t�h bisa jadi karasa k�n�h ku nu ngalamanana mah. Unggal bulan M�i �ta kajadian sok dipi�ling. Gambaran kumaha gangasna oknum masarakat dit�mbongkeun deui. Bugang patulayah. Nagara ngadadak geunjleung.

Rekaman kajadian mangsa awal r�volusi t�h milu mangaruhan kana karya sastra Sunda. Nu pangn�mbr�sna mah, nya dina nov�l Sand�kala beunang Godi Suwarna. Ieu nov�l kungsi dil�l�r Hadiah D.K. Ardiwinata jeung Hadiah Sastra Rancag� 2008.

Nu natrat dina �ta nov�l t�h tangtu lain sual cutatan kajadian jaman krisis �konomi jeung reformasi. Sand�kala jadi dokum�ntasi paripolah jelema. Digambarkeunana dina suasana satir, sakapeung sari-sari karikatural.

Sikep otorit�r pamar�ntah digambarkeun ngaliwatan tokoh camat jeung kuwu. Padahal, dina seuhseuhanana mah, ieu t�h kritik ka sakur pamingpin nu boga paripolah sakama-kama. Br�h w�h dedegan pamingpin nu mawa karep sorangan, bari dibungbuan ku tradisi nu geus jadi kulit jadi daging: korupsi jeung kolusi.

Urusan korupsi t�t�la henteu sirna ku datangna reformasi. Pasualan teu wel�h aktual tur jadi gunem catur ti mangsa-mangsa. Ti dinya bisa kagambar, najan ieu nov�l nyutat kaayaan taun 1998, tapi dina enas-enasna masih k�n�h aktual. Nya ti dinya pamianganana, pangna Wawan Sofyan saparakanca naratas pikeun nyieun adapatasi nov�l Sand�kala dina wangun t�ater.

T�ater Sand�kala baris dipintonkeun di Bandung jeung Jakarta. Nu ngagarapna, Wawan Sofyan, geus moal disaha-saha dina dunya t�ater mah. Dina sastra Sunda, m�m�hna Wawan kungsi nyieun monolog tina carpon �Oknum� karya Hadi AKS. Malah nepi ka dipintonkeun di Ustrali sagala rupa.

Di Bandung, t�ater Sand�kala baris dipintonkeun di G.K. Rumentang Siang, tanggal 23-24 M�i 2008. Geus kitu miang ka Jakarta, tempatna di Graha Bakti Budaya (DKJ), 8-9 Agustus 2008.

Pagelaran t�ater Sand�kala meunang pangrojong ti Indonesian Corruption Watch, Mainteater, Perkumpulan Seni Indonesia, jeung WALHI. Keur ngeuyeubanana, baris aya diskusi publik deuih, tempatna di Gedung Indon�sia Menggugat (Bandung) 22 M�i 2008, jeung di Galeri Cipta, TIM (Jakarta), dina bulan Juli 2008.***(Dan)


Sumber: http://cupumanik.com/manik/seratan/sandekala-dina-teater/
no image
Akhirnya... Bagi kami bukan kata akhir tapi penegasan sebuah awalan pementasan. Sambil sedikit degdegan, proses awal telah terjadi hari ini. Dan tentunya hari ini bukan peringatan April Mop bagi kami sendiri. Ini fakta!

Beberapa hari lalu tim pementasan Sandekala telah melakukan pendekatan kepada berbagai pihak untuk bergabung bersama dalam sebuah tim kerja, baik sebagai crew artistik maupun sebagai pemain. Sudah banyak yang tertarik untuk terlibat, bahkan memberi penegasan tertulis untuk bergabung. Ya, bagi kami ini merupakan awalan yang bagus untuk sebuah kerja bersama untuk saling mengerti dan berbagi.

Pada sore hari ini, tanggal 1 April 2008, sekitar 20 orang sudah berkumpul di sebuah tempat di Bandung. Tidak untuk kasak kusuk tapi membaca naskah sebagai pemahaman awal kira-kira bentuk pementasannya seperti apa. Sungguh wajar dan sepertinya keharusan bahwa pemaknaan terhadap sebuah naskah harus dilakukan secara teliti agar tidak melenceng dari alur yang diharapkan. Diskusi dan diskusi adalah kata kunci untuk mencerna baik setiap kalimat yang nantinya terlontar. Teater adalah dunia untuk berdialog, kalau pihak yang melontarkan kalimat tidak paham maka dialog tak akan mungkin terjadi dengan penonton.

Masih banyak tahap-tahap yang harus kami lakukan agar pementasan ini berhasil. Keterbatasan bagi kami harus disiasati, tidak untuk diterima sebagai takdir yang nyelonong. Kami sadar bahwa masih ada keringat yang harus basah di tubuh kami, dan otak-otak kami masih harus bergerak untuk memecahkan semuanya.

Semangat, semangat, semangat!