January 2008
Tahun 2008 adalah tahun ke-31 TEATER KOMA. Pergelaran karya Evald Flisar, Kenapa Leonardo? merupakan awal rangkaian kegiatan menyambut usia kelompok teater yang tengah bergerak melewati garis �tiga dasawarsa�.

Mengapa Kenapa Leonardo? dipilih TEATER KOMA?

Lakon ini adalah refleksi diri. Betapa dekat jarak antara �kenyataan� dan �khayalan�. Betapa besar khayal mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Inilah pertarungan antara neurologi, psikiatri, psikologi dan politik. Ketika hukum kasualitas hilang keampuhannya dan kita tak lagi mampu saling melihat, itulah kengerian bagi dunia. Masyarakat masa kini dibentuk oleh berbagai tuntutan yang sukar dipenuhi, sehingga, yang timbul hanya �rasa sakit�. Kemudian, sebagai akibat dari tuntutan yang kian terasa meneror itu, masyarakat menjadi �sakit� pula. Ukuran-ukuran berubah. Parameter kesuksesan melulu materi. Jiwa tak lagi memiliki ruang. Terbuang. Entah ke mana. Kenapa Leonardo? wadah kita mempertimbangkan, akankah terus jadi penonton, atau segera tersadar sejak dini. Korbankah kita atau malah kita sendiri penyebabnya?

Terimakasih sekali lagi. Mohon doa restu agar kami memiliki nafas panjang dan tetap mampu mewujudkan hasil kreatifitas yang positif.


Jakarta, Januari 2008.

Salam hangat,

RATNA RIANTIARNO






no image

Teater Koma


pengantar

TEATER KOMA 31 TAHUN

(1977-2008)

Tanpa terasa, tahun ini, 2008, TEATER KOMA berusia 31 warsa. Tepatnya, didirikan di Jakarta, 1 Maret 1977. Saat itu, 12 pekerja teater; N. Riantiarno, Ratna Madjid, Rima Melati, Rudjito, Jajang Pamontjak, Titi Qadarsih, Syaeful Anwar, Cini Goenarwan, Jimi B. Ardi, Otong Lenon, Zaenal Bungsu dan Agung Dauhan, berkumpul di rumah Abdul Madjid, ayah saya, di Jalan Setiabudi Barat No.4, Jakarta Selatan.

Ikrar mendirikan sebuah grup teater dipatok. Dan nama grup yang disepakati; TEATER KOMA. Koma, sebuah metafora yang mengartikan �gerak berkelanjutan, senantiasa berjalan, tiada ada henti, tak mengenal titik�.

Demikian harapan yang disandang kala itu. Memiliki nafas panjang, senantiasa berkiprah, mengembara dalam ruang kreatifitas, terus mencari dan berupaya menemukan hal-hal yang bermakna.

Pentas perdananya; Rumah Kertas, karya dan sutradara N. Riantiarno. Tempat pertunjukan; Teater Tertutup Pusat Kesenian Jakarta TAMAN ISMAIL MARZUKI. Tanggalnya, 2-3 dan 4 Agustus 1977. Memang hanya tiga malam. Samasekali tak diduga, pementasan kedua Maaf.Maaf.Maaf. (1978), digelar 5 malam. Pentas ketiga, J.J (1979), 7 malam. Opera Ikan Asin (1983), saduran dari The Threepenny Opera karya Bertolt Brecht, digelar 10 malam dan pentas-pentas selanjutnya rata-rata digelar 2 minggu. Tapi Opera Para Binatang (1986), saduran dari Animal Farm karya George Orwell, digelar 23 malam. Dan Sampek Engtay (1999-2000) digelar 22 hari dengan pementasan sebanyak 26 kali.

Pentas-pentas TEATER KOMA agaknya kena di hati masyarakat. Mengikat kalbu sehingga mereka rela jadi penonton setia. Menurut hasil sebuah survei, penonton TEATER KOMA yang setia menonton hingga sekarang, berjumlah sekitar 50% dari seluruh jumlah penonton. Ternyata telah terjadi regenerasi pula di kalangan penonton. Tiga generasi (kakek, anak, cucu) sering menonton bersama. Hal yang sangat mengharukan. Dan tentu saja menggembirakan. Fenomena unik, kata para pengamat.

Dalam perjalanan, memang terjadi berbagai hal yang memprihatinkan. Antara lain interogasi terhadap N. Riantiarno, kecurigaan, pencekalan dan pelarangan, juga ancaman bom. Apa boleh buat, semua itu diikhlaskan sebagai dinamika perjalanan kreatifitas berteater. Dan alhamdullillah, sejauh ini masih bisa dilakoni dengan tenang dan damai. Bagaimanapun, masing-masing pihak telah bekerja sesuai tugasnya. Satu harapan timbul, semoga perdebatan (atau perbenturan persepsi) yang berangkat dari perbedaan sudut pandang itu bisa menjadi wacana yang bermanfaat bagi kehidupan kesenian di masa-masa mendatang. Dan bukan bersifat melulu politis yang menerbitkan kebencian, apalagi permusuhan. Perbedaan adalah anugerah.

Meski harapan itu seringkali tak terwujud, sikap �koma� tetap diyakini. Berfikir positif, harapan tak boleh pupus. Barangkali ini, salah satunya, yang membikin TEATER KOMA masih berkiprah. TEATER KOMA, kelompok teater independen yang bersifat non-profit (nir laba). Anggotanya tak hidup dari penghasilan kelompok, tak mengandalkan perolehan dari pergelaran. Sebagian besar memiliki pekerjaan lain di luar kelompok.

Bagi sebagian anggota yang memilih teater sebagai �jalan hidup�, akibat kegiatannya (yang nyaris tak menghasilkan uang) diyakini sebagai resiko dari sebuah pilihan. Bukan jaminan TEATER KOMA didatangi banyak penonton, ataupun keberhasilannya dalam meraih sponsor. Seluruh biaya produksi, jika dihitung secara benar dan rinci, selalu takkan bisa ditutup dari hasil perolehan karcis dan sponsor sekalipun. Ini kenyataan.

TEATER KOMA adalah paguyuban kesenian, bukan perusahaan. Kegiatannya tetap bersifat amatir, dalam pengertian; �anggotanya tak memperoleh hasil dari pekerjaannya sebagai penopang utama biaya hidup sehari-hari�. Mereka mensubsidi sendiri kegiatannya, sebuah �hobi serius� yang dilakoni secara dedikatif, ikhlas dan gembira. Ini penting diungkap, karena selama ini sering terjadi salah pengertian. Pada kenyataannya, setiap kali merancang produksi, modal awal kadang dirogoh dari kantong pribadi, atau �bantingan� (ditanggung bersama). Dan itulah yang terjadi, hingga sekarang.

Meski banyak yang menganggap manajemen TEATER KOMA patut diacungi jempol, kondisi keuangan kelompok, serupa dengan grup-grup teater yang ada di tanah air. Selalu pusing kepala dan lintang-pukang setiap kali merencanakan produksi baru. Keikhlasan hati para anggota dalam menyikapi kondisi tersebut, juga kesetiaan para penonton hadir dalam pentas dan membeli karcis, merupakan modal utama. Barangkali, hal ini pula yang membikin TEATER KOMA mampu bertahan. Dalam kondisi dan situasi sesulit apa pun, para anggota berikrar terus merancang kegiatan dan senantiasa berupaya tetap kreatif.

Pada kesempatan ini, mewakili Keluarga Besar TEATER KOMA, saya menyucap beribu terimakasih kepada semua pihak yang selama ini tetap setia mendukung. Dukungan Anda amat sangat berarti, membikin kami tetap bernafas. Sejak awal, kami menganggap; �TEATER KOMA bagai ikan dan masyarakat adalah airnya�. Tanpa Anda, yang diibaratkan air, ikan tak mungkin bisa hidup. Tanpa Anda, kami bukan apa-apa.

Kami tak tahu apa akan terjadi esok hari. Itu sebabnya kami tak berani lagi merancang rencana mendatang, meski kami berikrar; kegiatan seni pertunjukan harus tetap ada. Tak peduli kehidupan yang semakin sulit dan persaingan begitu keras, juga biaya produksi yang kian mahal, sedang pemerintah nampaknya tetap kurang peduli terhadap pengembangan kesenian, terutama seni pertunjukan, panggung teater harus tetap terisi dan hidup.

Memang sebuah kenyataan bahwa, Masyarakat Teater Modern Indonesia sering merasa, pemerintah nyaris tak memiliki: Atensi, Visi, Strategi, Transparansi dan Aksi (�tindakan terkonsep yang berkelanjutan�). Teater Modern Indonesia, sejauh ini bergerak dan berjalan sendiri, dengan cara-cara yang kreatif membentuk masyarakatnya sendiri. Kondisi semacam itu, sekaligus memberitahu seakan pemerintah tak merasa memiliki Teater Modern Indonesia. Sikapnya memberi kesan tak bersahabat, malah sering bercuriga.

Tapi, apa pun terjadi, �The Show Must Go On�. Ada dukungan dari pemerintah atau tak ada, ada �pembinaan� ataupun malah �pembinasaan�, Teater Modern Indonesia harus tetap berkiprah. Inilah sikap teguh dari sebuah pilihan. Ikrar melakoni lakon yang sudah digariskan oleh kreatifitas. Sebuah lakon teater yang �koma�, senantiasa berkelanjutan dan hidup!

no image

nb:

*tidak wajib diisi

Nama, Alamat Email dan telepon akan digunakan untuk menginformasikan Anda mengenai perkembangan Teater Koma, atau bisa Anda langsung begabung dengan milis Teater Koma.

�Terima kasih atas kesediaan anda untuk mengisi kuisioner ini, data yang tersimpan akan kami jamin kerahasiaannya dan akan digunakan untuk mengevaluasi perkembangan Teater Koma sampai saat ini.


Daftarkan diri Anda ke milis Teater Koma dibawah ini....












Subscribe to teaterkomajakarta





Powered by groups.yahoo.com
untuk kembali ke halaman depan klik disini ( http://teater-koma.blogspot.com)
no image

2008-01 - Kenapa Leonardo?

2007-01- Kunjungan Cinta

2007 � 11 s.d. 12 � Agent Penny

2006-05 - Festival Topeng

2005-07 - Tanda Cinta

2005-03 - Maaf Maaf Maaf

2005-02 - Sampek Engtay ( Jakarta )

2004-07 - Republik Togog

2004-01 - Sampek Engtay (Yogyakarta)

2003-09 - Opera Kecoa (Bandung)

2003-07 - Opera Kecoa

2002-10 - Roman Yulia

2002-08 - Sampek Engtay (Bandung)

2002-05 - Sampek Engtay (Medan)

2002- 08 - Rock Opera

2001-10 - Sampek Engtay (Cibubur)

2001-07 - Kala (Pentas Keliling Jawa)

2001- 04 - Republik Bagong

2001 � 09 - Presiden Burung-Burung

2000-07 - Opera Primadona

2000-02 - Sampek Engtay

2000- 09 - Samson Delilah

1999-11 - Sampek Engtay

1999-04 - Opera Ikan Asin

1998-07 - Opera Sembelit

1997-11 - Kala

1997-06 Sampek Engtay

1996-06 - Cinta Yang Serakah

1995 � 11 - Semar Gugat

1994 � 04 - Opera Ular Putih

1993-10 - Rampok

1993-04 - Raja Ubu

1992-11 � Tenung

1992-06 - Tiga Dewa dan Kupu-kupu

1992-03 RSJ atau Rumah Sakit Jiwa

1990-11 - Opera Kecoa

1990-03 - Konglomerat Burisrawa

1990- 09- Suksesi

1990 - Pialang Segi Tiga Emas

1989-07 - Perkawinan Figaro

1989-05 - Sampek Engtay (Medan)

1989-02 - Banci Gugat

1988- 03 - Opera Primadona

1988 � 08 - Sampek Engtay

1987-10 - Sandiwara Para Binatang

1986-04 - Wanita-Wanita Parlemen

1985 � 07 Trilogi OPERA KECOA (Bom Waktu, Opera Kecoa,Opera Julini

1984-08 � Opera Salah Kaprah

1983 � 08 � Opera Ikan Asin

1982 � 09 � Bom Waktu

1981-11 - Kopral Doel Kotjek

1980-07 � Kontes 1980

1979-09 - J.J

1978-04 Maaf Maaf Maaf

1977-08 - Rumah Kertas

no image

Sanggar Teater Koma

Jl.Cempaka Raya No.15 Bintaro Jaksel
Telp 021 7350460 Telp/Fax 021 7359540

Jl. Setiabudi Barat No.4 Jaksel
Telp 021 5251066 Telp/Fax 5224058; 52963603

email: teaterkomajakarta@yahoo.com � rnr@centrin.net.id
milis: teaterkomajakarta@yahoogroups.com