Berikut ini adalah kutipan pendapat para penonton baik di Jakarta dan Bandung. Ada beberapa penyuntingan yang kami lakukan namun tidak merubah maksudnya. Data diperoleh dari blog, koran maupun sms yang masuk. Komentar berasal dari berbagai kalangan mulai umur 11 hingga 71 tahun.


�Pertunjukannya menghibur, seru!!� (Nurjanah - Guru SMP di Sumedang).

�Korupsi yang populer dan masif di zaman kini, dalam Sandekala tergelar penuh mistis dan simbolis. Tak ada slogan verbal, namun mampukah kita melakukan katarsis ketika korupsi itu melarut dalam darah dan menyerat di daging bangsa kita sendiri?� (Sumiyadi - Dosen Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indoesia).

�Selamat, selamat, saya suka pementasannya, semoga di Jakarta akan lebih hebat lagi, selamat!!� (Henny - anggota Panguyuban Panglawungan Sastra Sunda).

�Saya nonton hari kedua, selamat, saya suka pertunjukannya� (Yani Aman - karyawan Selasar Sunaryo Art Space).

�Sukses terus, ok!!!!� (Puspa - Guru Sekolah Dasar dan PGSD di Cimahi).

�Pasti tidak mudah menjadikan novel menjadi pementasan yang berdurasi pendek dengan ruang yang terbatas sehingga mungkin banyak detil-detil yang harus dikorbankan, akan tetapi pilihan-pilihan yang diambil untuk pementasan�secara umum�berhasil mengangkat gagasan yang saya tangkap dari novelnya yang saya tuntaskan pembacaannya karena menyaksikan pementasan di malam kedua. Mudah-mudahan saya berkesempatan menyaksikan versi Indonesianya. Wilujeng.� (Safrina Noorman - Dosen Sastra Inggris Universitas Pendidikan Indonesia).

�Sandekala berhasil mentransfer berbagai peristiwa dan gerak imajinatif dalam teks sumbernya, yakni sebuah novel ke peristiwa dan gerak visual di atas panggung. Ini berarti dua hal: 1) secara estetis ia membuat teks sastra menjadi lebih kaya dan 2) secara tematis ia lebih mengkonkretkan gagasan yang hendak dibangunnya. Walhasil, terkait dengan seni peran dalam memberantas korupsi�di mana korupsi menjadi subtema novel juga�, pementasan teater Sandekala memperlihatkan bahwa seni memiliki fungsi dan peran signifikan dalam soal itu.� (Acep Iwan Saidi - Dosen Seni Rupa Institut Teknologi Bandung).

�Transformasi teks dari naskah drama ke pertunjukan kurang pas sehingga efeknya kepada pola permainan aktor secara keseluruhan. Efek lampu yang dihadirkan terlalu berlebihan, memiliki kecenderungan efek disko sehingga kurang memiliki korelasi dengan grand tema pertunjukan. Is-isu yang dihadirkan dalam pementasan tidak mengena kepada penonton. Aktor kurang bisa bermain dengan baik (Bagus, Dewi, Bu Camat, Tisna). Beberapa yang tampak rileks bermain (Kuncen, Wa Ahmad, Camat, Pandu, Dadang). Tokoh Otong terlalu berlebihan dari segi kostum karena dengan perilaku yang 'aneh' memang sudah dapat diterka bahwa karakternya gila.� (Mohamad Sunjaya - aktor senior, 71 tahun).

�Pertunjukan tersebut betul-betul memberikan pengalaman dan pengetahuan yang sangat berharga. Pokoknya saya tidak menyesal, karena secara tidak langsung pertunjukan tersebut telah memberikan inspirasi bagi saya saat mengikuti lomba baca puisi "Patriotisme" yang diselenggarakan Balai Bahasa Bandung pada 27 Mei 2008. Walaupun hanya mampu meraih peringkat 3 untuk tingkat SD/MI se-Bandung Raya, tapi saya puas dan bangga, karena jumlah pesertanya lebih dari 90 orang. Apalagi saya satu-satunya dari SD Pertiwi, tempat saya sekolah, yang berhasil meraih juara.� (Elgiani Yasiffa Y.N. - siswa kelas 5 SD Pertiwi Bandung)

�Persiapan yang dilakukan benar-benar matang sehingga mereka bisa memberikan pertunjukan yang maksimal bagi kami semua. Buat pengarang naskah atau novel salut banget. 4 jempol teracung untuk Godi Suwarna karena ceritanya benar-benar jelas sasarannya, realisik, dan lengkap dari segi horor, humor, percintaan, politik, ekonomi, perjuangan, pokoknya komplit ada di sini...HEBAT� (Steffianti Gunawan - pelajar SMA di Jakarta)

�Semangat! Keep hoping and keep trying to fight the corruption!� (Nana � pelajar SMA di Jakarta)

�Ceritanya sih pretty much about INDONESIA. masalah korupsi dibahas trus juga kemiskinan juga dibahas. settingnya tuh kerusuhan mei 98. Dan yang gw suka tuh semua genre tuh bener-bener komplit dari petualangan, horror, komedi, percintaan, thriller, folk, family, nasionalisme, dll. Gilaaaakkk keren. Gw nggak ngantuk loh. Padahal biasanya kalo nonton teater gw suka bermimpi mendenger gw mendengkur alias ketiduran (kecuali kalo musical, gw terlalu suka sama musical). dan walopun ada beberapa part yang gw bingung, tp overall dari range 1-10 gw berani kasih 8,5. Plokplokk� (Gracia Prita Anindita � pelajar SMA dan pemain teater sekolah di Jakarta).

�Dari segi cerita, lakon ini terasa sangat pas dengan momentum dimana kasus korupsi di Indonesia semakin banyak yang terkuak, dan semoga ini menjadi penyemangat buat KPK untuk lebih menunjukkan taringnya dalam memberangus pelaku-pelaku korupsi.� (Jimmy � Jakarta)

�Selamat, bagus Kang!� (Ir. Lili Mulyatna-Dosen Universitas Pasundan)

�Pementasan tadi malam asyik, kuncen harus diolah lagi nyanyinya. Komentar dan respon penonton bagus sekali, tapi rata-rata terganggu nyanyian Kang Moel� (Godi Suwarna - penulis novel Sandekala)

�Pementasan sandekala bagus, interpretasinya tepat� (Etti RS-pegawai Diparda, seniman)

�Congratulation, bagus banget pertunjukkannya. Siapa dulu dong
produser dan sutradaranya...� (Samuel Rizal � artis film)

�Congrotulation! Nice pergormance� (Agus Sarjono - sastrawan)

�Nuansa gaibnya kena, membuat merinding, tapi terganggu oleh sound yang tak seimbang� (Willem � Tikar Event Organizer)
Axact

Axact

Vestibulum bibendum felis sit amet dolor auctor molestie. In dignissim eget nibh id dapibus. Fusce et suscipit orci. Aliquam sit amet urna lorem. Duis eu imperdiet nunc, non imperdiet libero.

Post A Comment:

0 comments: