KENAPA LEONARDO?
PRODUKSI ke-112 TEATER KOMA, 2008
�KENAPA LEONARDO?�
Karya EVALD FLISAR
Alih Bahasa RANGGA RIANTIARNO
Sutradara N. RIANTIARNO
TEMPAT:
Graha Bhakti Budaya, Taman Ismil Marzuki (GBB - TIM)
Jl. Cikini Raya no.73 Jakpus
TANGGAL: 11�25 JANUARI 2008, setiap pkl 19.30 WIB
(Setiap Senin Libur)
Informasi pemesanan tiket:
Jl.Cempaka Raya No.15 Bintaro Jaksel
Telp 021 7350460 Telp/Fax 021 7359540
Jl. Setiabudi Barat No.4 Jaksel
Telp 021 5251066 Telp/Fax 5224058; 52963603
email: teaterkomajakarta@yahoo.com � rnr@centrin.net.id
milis: teaterkomajakarta@yahoogroups.com
HTM : Rp 100.000 ; Rp 75.000 ; Rp 50.000 ; Rp 30.000
�..Leonardo Da Vinci kedua dicetak paksa,
impian menyakitkan berbuah kemustahilan ..�
Didukung oleh :
BUDI ROS, CORNELIA AGATHA, RATNA RIANTIARNO, SARI MADJID, DUDUNG HADI,
OHAN ADIPUTRA, DORIAS PRIBADI, EKO PARTITUR, TUTI HARTATI,JOKO YUWONO,
HENGKY GUNAWAN, ADRI PRASETYO, HERLINA SYARIFUDIN,YULIUS, RANGGA,
YOGI, SENA SUKARYA, SUNTEA, INA KAKA, L.YOGA.
Skenografi ONNY K.
Cahaya ISKANDAR K. LOEDIN
Busana SAMUEL WATTIMENA
Rias&rambut SENA SUKARYA
Akustik TOTOM KODRAT
Grafis SAUT IRIANTO MANIK
Konsultan Gerak LINDA KARIM
Manajer Panggung TINTON PRIANGGORO
Pimpinan Produksi RATNA RIANTIARNO
Salam hangat,
KELUARGA BESAR TEATER KOMA
Sinopsis :
Dr. Dasilva percaya, bisa mengajari Martin � yang menderita amnesia total, dan, kemudian, menunjukkan kemampuan luar biasa dalam belajar serta mengingat segala sesuatu � menjadi �Leonardo� baru. Manusia Renaissance abad ke-21. Tapi apa ini mewakili �kemajuan umat manusia� atau hanya sebuah pemikiran yang keliru? Ketika pasien-pasien lain mulai mengajari Martin lawakan-lawakan kasar dan Shakespeare, puisi nampaknya menyentuh sesuatu yang amat penting; perasaan inti dalam diri Martin yang belum hilang. Apakah ini jatidiri yang �sesungguhnya�, lebih dari sekadar membeo?
Tapi ajaran Dr. Dasilva memiliki kekuatan besar, yang akhirnya dia sadari dengan penuh penyesalan. Pihak militer dan politisi tertarik pada potensi Martin yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan kekuasaan. Akhirnya Martin mempelajari kekerasan semudah dia mempelajari �kebudayaan�, meski tanpa memahami maknanya. Usaha terakhir menyelamatkan Martin, dengan cara memberinya kembali �kebebasan memilih�, terlambat dilakukan. Dengan melantunkan puisi-puisi Shakespeare secara harafiah, Martin malah kian kacau. Bahkan dia samasekali tak menyadari apa yang telah dilakukannya.
Naskah ini ditulis Evald Flisar setelah berkonsultasi dengan keponakannya, seorang ahli syaraf. Sejumlah buku juga dibacanya, antara lain The Man Who Mistook his Wife for a Hat (Pria Yang Menyangka Istrinya Sebuah Topi) karya Oliver Sacks dan The Man with a Shattered World (Pria Yang Dunianya Hancur Berkeping-Keping) karya A.R. Luria. Flisar memantau sifat dasar jatidiri dan kebebasan individu dalam konteks sebuah masyarakat yang dijejali keserakahan, ambisi dan kekejaman.
UNDANGAN DISKUSI
KENAPA LEONARDO?
(Mohon Disebarluaskan)
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia mengadakan diskusi sehubungan dengan pertunjukan �KENAPA LEONARDO?� yang akan digelar oleh TEATER KOMA, 11-25 Januari 2008 di GBB-TIM. Diskusi ini menghadirkan EVALD FLISAR dari Slovenia sebagai pengarang dari lakon ini.
Diskusi akan dilaksanakan pada :
Hari/tanggal : Senin, 14 Januari 2008
Waktu : pukul 13.00 wib
Tempat : Gedung 4, Ruang 4101 � FIB UI
Sedikit ringkasan dalam naskah KENAPA LEONARDO? adalah pertarungan antara neurologi, psikologi dan politik. Saat hukum kasualitas tak lagi berlaku dan kita kehilangan kemampuan untuk saling menghargai, itulah kengerian bagi dunia. Jati diri setiap individu masa kini, kian dikurung oleh beragam tuntutan yang semakin sukar dipenuhi. Sementara itu, keadaan dan kondisi di sekitar, sangat tidak mendukung. Akibatnya, jiwa pun berangsur sakit. Masyarakat yang juga sakit, merupakan akibat lebih jauh. Lakon ini bisa menjadi wadah untuk mempertimbangkan, akankah terus jadi penonton, atau tersadar sejak dini? Korbankah kita atau malah kita sendiri penyebabnya?
� Tidak dipungut biaya dan terbuka untuk umum.
� Konteks diskusi dalam bahasa Inggris.
Salam,
Ratna Riantiarno